HIDUP JANGAN SERAKAH - Seandainya anak cucu Adam (manusia)
mendapatkan dua lembah yang berisi emas, niscaya ia masih menginginkan
lembah emas yang ketiga. Tidak akan pernah penuh perut anak Adam kecuali
ditutup dalam tanah (mati). Dan Allah akan mengampuni orang yang
bertaubat.” (HR Ahmad).
“Barangsiapa yang menjadikan
(motivasi) dunia sebagai cita-citanya, Allah akan menjadikan kefakiran
di hadapan matanya, dan akan menjadikan kacau segala urusannya.
Sedangkan dunia (yang dicarinya sungguh-sungguh) tak ada yang datang
menghampirinya melainkan sesuai dengan apa yang ditakdirkan oleh Allah
atas dirinya; pada sore dan siang harinya dia selalu dalam kefakiran.” (HR. Tirmidzi).
Keserakahan manusia tidak akan pernah
hilang kecuali setelah kematian menjemputnya. Dalam bahasa Arab, serakah
disebut tamak yang artinya sikap tak pernah merasa puas dengan yang
sudah dicapai. Karena ketidakpuasannya itu, segala cara pun ditempuh.
Serakah adalah salah satu dari penyakit
hati. Mereka selalu menginginkan lebih banyak, tidak peduli apakah cara
yang ditempuh itu dibenarkan oleh syariah atau tidak. Tak berpikir
apakah harus mengorbankan kehormatan orang lain atau tidak. Yang
penting, apa yang menjadi kebutuhan nafsu syahwatnya terpenuhi. Bila
tidak segera dibersihkan, penyakit sosial ini dapat menimbulkan
malapetaka. Orang yang serakah, akan membuat mata hati dan
pendengarannya menjadi tuli.
“Cintamu terhadap sesuatu membuat buta dan tuli.” (HR Ahmad).
Serakah juga menjadi pintu masuknya
setan. Bila masuk dalam hati orang yang serakah, setan akan menghiasinya
dengan sifat-sifat tercela lainnya. Orang yang serakah itu selalu
menganggap baik apa yang dilakukannya, meski kebanyakan orang melihatnya
sebagai suatu keburukan.
Serakah, ternyata tidak sebatas pada
harta benda semata-mata. Ada orang yang serakah kepada jabatan. Orang
yang serakah kepada jabatan, akan berusaha mendapatkan apa yang menjadi
incarannya dengan segala cara. Tak pernah berpikir apakah cara yang
ditempuh baik atau buruk.
Orang yang serakah tidak akan pernah
puas terhadap semua kekayaannya. Saat ia memiliki satu rumah misalnya,
ia menginginkan dua atau tiga rumah. Setelah memiliki dua atau tiga
rumah, ia ingin memiliki empat atau lima rumah. Begitu seterusnya. Yang
akan menghentikannya hanyalah kematian atau ia bertobat kepada Allah
SWT. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda,
“Seandainya seorang anak Adam telah
memiliki dua lembah harta, maka dia akan mencari lembah yang ketiganya.
Dan tak akan merasa puas perutnya, melainkan dengan dimasukkan ke dalam
tanah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Menurut Al-Qarni, orang yang serakah
telah buta mata hatinya dalam memandang hakikat yang harus dicari.
Seharusnya, setiap muslim menyadari bahwa sesuatu yang harus dicarinya
dengan sungguh-sungguh adalah ibadah yang telah diperintahkan oleh
Allah. Karena, jatah rezeki untuk kelangsungan hidupnya di dunia sudah
disediakan oleh Allah SWT.
Allah SWT berfirman,
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.” (QS. Huud: 6).
Harta yang merupakan kelebihan dan
keperluan utamanya, sebenarnya bukan rezeki yang berhak ia gunakan.
Kelebihan harta itu mesti digunakan semata-mata untuk beribadah.
Rasulullah SAW dalam hadits di atas menerangkan, jika seorang hamba
Allah menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya, maka sebanyak apapun
harta yang dipunyainya selalu dirasakannya kurang. Ia selalu merasa
miskin dan ingin memiliki harta melebihi apa yang dianugerahkan Allah
kepada orang lain. Siang dan malam yang dipikirkannya hanyalah harta. Ia
terus memutar otak, membuat perencanaan, atau mengatur strategi agar
usahanya sukses sehingga kekayaannya bisa terus bertambah, bertambah,
dan bertambah. Baginya, ungkapan “waktu adalah uang” merupakan motto
hidup.
Orang yang serakah menurut Uwes al-Qarni
dalam 60 Penyakit Hati, dapat terjadi pada seseorang sebagai dampak
dari penyakit hubbud-dunya. Sangatlah logis bila seseorang tidak mampu
lagi mengendalikan dorongan duniawi yang dicintainya. Seluruh waktunya
akan dihabiskan, tenaga dan pikirannya akan dikuras untuk semata-mata
mencari harta dunia. Dalam agendanya, tidak tertulis waktu untuk
mengadukan segala keluhan batinnya kepada Allah. Tak terbetik dalam
hatinya untuk meniatkan usahanya semata-mata demi ibadah mencari
keridhaan-Nya. Semua program hidupnya penuh dengan program-program
duniawi yang profit oriented, sehingga tak sekejap pun berpaling dari
ukuran materi.
Orang tertular penyakit serakah meskipun
keadaannya berkecukupan secara lahiriyah, sebenarnya dia selalu
kekurangan. Bahkan, dapat disebut miskin. Dia tidak pernah menemukan
penyelesaian dari segala problem hidup yang diatasinya. Dia akan
senantiasa dibingungkan dan dipusingkan dengan tumpukan problema yang
tak ada habisnya. Itu semuanya, karena ketidakpuasan nafsunya atas semua
rezeki yang dianugerahkan Allah kepadanya.
Sebelum ia menyadari bahwa dunia penuh
permainan dan tipu daya, atau sebelum kematian menemuinya, orang yang
serakah tidak akan pernah berhenti dari kondisi ini, meskipun secara
fisik dia tidak mampu lagi berbuat apa-apa. Berkaitan dengan hal ini,
Rasulullah SAW bersabda,
“Setiap anak Adam akan mengalami
masa tua (pikun), kecuali yang dua; kerakusan terhadap harta benda, dan
kerakusan terhadap (panjang) umur.” (HR. Bukhari Muslim).
Oleh karena itu dalam berbisnis
janganlah serakah dengan melakukan apa saja untuk mengejar keuntungan
semata atau mengejar kekayaan semata tanpa harus mempedulikan
orang-orang sekitar. Berbisnislah dengan cara yang baik dan benar. Tidak
melanggar kode etik yang ada. Dalam berbisnis jangan hanya melihat
keuntungan dan kepentingan pribadi akan tetapi juga melihat kepada
kemaslahatan bagi orang banyak.
Agar Tidak Serakah
Setiap muslim seharusnya menjauhi sifat
serakah. Jangan biarkan diri kita diperbudak nafsu, karena nafsu
terhadap dunia akan mendorong kita berbuat maksiat kepada Allah. Tentu
saja, kita tidak dilarang untuk memiliki harta. Yang penting, kita dapat
menggunakannya sebagai sarana berdakwah dan berjuang di jalan Allah.
Agar kita tidak dikendalikan nafsu
serakah terhadap dunia, maka sebaiknya kita memiliki sifat zuhud, wara’
(hati-hati), qanaah (merasa puas atas apa yang telah dianugerahkan Allah
kepada kita), pandai mengatur waktu untuk kepentingan dunia dan
akhirat, dan pandai mensyukuri nikmat yang ada. Selain itu, kita juga
harus meluruskan seluruh niat dalam berusaha, yaitu semata-mata dalam
rangka mengabdi kepada Allah guna mendapatkan ridhaNya. Allah berfirman
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka
Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Ibrahim: 7)
Ayat ini menjelaskan kepada kita agar
kita bersyukur dan tidak tamak dengan harta, karena jika kita bersyukur
maka Allah akan menambah rezekinya kepada kita, sedangkan jika kita
mengingkari nikmatnya maka kita akan mendapatkan azabnya.
Keserakahan Bisa Membawa Sengsara
Keserakahan juga bisa membawa kita pada
kesengsaraan. Misalnya seseorang dalam berbisnis ingin mendapatkan harta
dengan mudah tidak mempedulikan orang-orang disekitarnya. Dia melakukan
apapun untuk kepentingan dirinya sendiri, dia mengejar target tanpa
melihat kendala-kendala yang bisa menghancurkan usahanya dengan resiko
yang besar, lebih mengutamakan usahanya mendapat untung yang besar dan
cepat maju dengan tidak mempedulikan saingannya ataupun rekan-rekan
bisnisnya. Jika dia berhasil dia akan mendapatkan keuntungan akan tetapi
dia juga kan mendapatkan kerugian yaitu dibenci oleh orang-orang
sekitar. Jika dia rugi atau gagal maka dia akan mendapatkan kerugian
dari usahanya dan juga akan dibenci oleh saingannya dan akan kehilangan
rekan-rekannya atau mitra bisnisnya. Itulah resiko bagi orang yang
berbuat serakah, yang hanya ingin mengejar kenikmatan dunia dan tidak
mempedulikan kebaikan diakhirat kelak.
HIKMAH
Dari uraian diatas bisa kita ambil
kesimpulan bahwa dalam berbisnis hendaknya kita menghindari sifat
serakah karena yang demikian akan menghancurkan kita. Dampak dari
serakah itu banyak sekali diantaranya adalah Penyakit hati, merugikan
orang lain, menimbulkan malapetaka, mata hati dan pendengarannya tuli,
pintu masuknya setan dan keserakahan membawa kita kepada kesengsaraan.
Akan tetapi milikilah sifat-sifat yang baik yaitu sifat zuhud, wara’
(hati-hati), qanaah (merasa puas atas apa yang telah dianugerahkan Allah
kepada kita), pandai mengatur waktu untuk kepentingan dunia dan
akhirat, dan pandai mensyukuri nikmat yang ada. Selain itu, kita juga
harus meluruskan seluruh niat dalam berusaha, yaitu semata-mata dalam
rangka mengabdi kepada Allah guna mendapatkan ridha-Nya.