PERILAKU PRODUKSI DALAM ISLAM - bahwa saya berpendapat bahwa sistem
ekonomi Islami digambarkan seperti bangunan dengan atap akhlak. Akhlak
akan mendasari bagi seluruh aktivitas ekonomi, termasuk aktivitas
ekonomi produksi. Menurut Qardhawi dikatakan, bahwa
“Akhlak merupakan hal yang utama dalam
produksi yang wajib diperhatikan kaum muslimin, baik secara individu
maupun secara bersama-sama, yaitu bekerja pada bidang yang dihalalkan
oleh Allah swt, dan tidak melampaui apa yang diharamkannya.” (Dalam
Muhammad, 2004)
Meskipun ruang lingkup yang halal itu
sangat luas, akan tetapi sebagian besar manusia sering dikalahkan oleh
ketamakan dan kerakusan. Mereka tidak merasa cukup dengan yang banyak
karena mereka mementingkan kebutuhan dan hawa nafsu tanpa melihat adanya
suatu akibat yang akan merusak atau merugikan orang lain. Tergiur
dengan kenikmatan sesaat. Hal ini dikatakan sebagai perbuatan yang
melampaui batas, yang demikian inilah termasuk kategori orang-orang yang
zalim.
Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim. (Al Baqarah: 229)
Seorang produsen muslim harus berbeda
dari sistem konvensional yang tidak memperdulikan batas-batas halal dan
haram, mementingkan keuntungan yang maksimum semata, tidak melihat
apakah produk mereka memberikan manfaat atau tidak, baik ataukah buruk,
sesuai dengan nilai dan akhlak ataukah tidak, sesuai dengan norma dan
etika ataukah tidak. Akan tetapi seorang muslim harus memproduksi yang
halal dan tidak merugikan diri sendiri maupun masyarakat banyak, tetap
dalam norma dan etika serta akhlak yang mulia.
“Seorang muslim tidak boleh
memudharatkan diriya sendiri dan orang lain, tidak boleh memudharatkan
dan saling memudharatkan dalam islam. (Ibid, Fatwa kontemporer, Jilid I,
h. 645-669).
Barang siap dalam Islam yang
memprakasai suatu perbuatan yag buruk, maka baginya dosa dan dosa yang
mengerjakannya sesudahnya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun. (HR. Ahmad, Muslim, Tirmidzi, Nasa’I, dan Ibnu Majah dari Jarir)
Sangat diharamkan memproduksi segala
sesuatu yang merusak akidah dan akhlak serta segala sesuatu yang
menghilangkan identitas umat, merusak nilai-nilai agama, menyibukkan
pada hal-hal yang sia-sia dan menjauhkan kebenaran, mendekatkan kepada
kebatilan, mendekatkan dunia dan menjauhkan akhirat, merusak
kesejahteraan individu dan kesejahteraan umum. Produser hanya
mementingkan kekayaan uang dan pendapatan yang maksimum semata, tidak
melihat halal dan haram serta tidak mengindahkan aturan dan ketentuan
yang telah ditetapkan oleh agama. (Muhammad. 2004).
HIKMAH
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa norma dan etika seorang produsen muslim adalah:
1. Norma Produsen Muslim
- Menghindari sifat tamak dan rakus
- Tidak melampaui batas serta tidak berbuat zhalim
- Harus memperhatikan apakah produk itu memberikan manfaat atau tidak, baik ataukah buruk, sesuai dengan nilai dan akhlak ataukah tidak, sesuai dengan norma dan etika ataukah tidak.
- Seorang muslim harus memproduksi yang halal dan tidak merugikan diri sendiri maupun masyarakat banyak, tetap dalam norma dan etika serta akhlak yang mulia.
- Memperhatikan halal dan haram.
- Tidak mementingkan keuntungan semata.
- Diharamkan memproduksi segala sesuatu yang merusak akidah dan akhlak serta segala sesuatu yang menghilangkan identitas umat, merusak nilai-nilai agama, menyibukkan pada hal-hal yang sia-sia dan menjauhkan kebenaran, mendekatkan kepada kebatilan, mendekatkan dunia dan menjauhkan akhirat, merusak kesejahteraan individu dan kesejahteraan umum.