Pengrajin Mebel Dlingo Kekurangan Bahan Baku

Trackers 08.50 No Comment

Dlingo : KRjogja.com: Produk mebeler asal Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul tetap diminati masyarkat di Jawa dan Bali meski terjadi perang harga antar pedagang mebel pintu. Sedangkan kendala yang ada hanya keterbatasan bahan baku.

Pengusaha Mebel Dusun Seropan, Desa Muntuk, Sajimen, Rabu (11/7/2012) menjelaskan permintaan paling banyak selama empat tahun terkhir terjadi di Bali. Bahkan dalam sebulan mampu mengirim 500 daun pintu denga harga Rp160-450 ribu. Namun, jumlah itu terbilang minim karena bahan baku terbatas.

"Kami juga terbentur sumber daya manusia dan terkadang melibatkan perajin lain. Bahan baku selama ini mengandalkan dari Wonogiri," ujarnya.
Pengrajin Mebel Dlingo Kekurangan Bahan Baku
Dlingo
�Dlingo : (KRjogja.com) - Permintaan mebel produksi Dlingo dalam beberapa bulan terakhir terus meningkat. Kebanyakan pesanan datang dari Bali, Jakarta serta sejumlah kota besar lainnya. Namun tingginya permintaan mebel tersebut sayangnya tidak diimbangi dengan ketersediaan bahan baku. Sajimen pengusaha mebel Dusun Seropan Muntuk Dlingo Bantul, Selasa (25/9) mengatakan, selama ini bahan baku didatangkan dari Boyolali, Wonosari serta sejumlah wilayah di Bantul. Meski demikian pasokan bahan b... 





PENGRAJIN MEUBEL KAYU RINGAN DLINGO

Melimpahnya jumlah mahasiswa di Kota Yogyakarta membuka aneka macam peluang bisnis. Salah satunya, bisnis mebel kayu ringan yang dirancang khusus untuk mahasiswa. Anehnya pengerajin kayu berasal dari kecamatan dlingo bantul dan tersebar di seluruh wilayah yogyakarta. Aneka mebel dari kayu albasia itu murah, ringan, dan bisa tahan hingga mereka lulus dan meninggalkan Yogyakarta.Bisnis ini juga didukung dengan indekos atau kontrakan yang kebanyakan hanya menyediakan ruang kosong tanpa perabotan. Alhasil, para anak muda dari berbagai kota tersebut harus membeli perabotan mereka sendiri. Perabot kayu albasia yang murah dan bisa tahan hingga lima tahun tentulah menjadi pilihan utama.

Di Jalan Colombo, terdapat sekitar 15 kios pedagang mebel dari kayu albasia. Setiap kios menjual mebel yang umumnya seragam, mulai dari rak buku kecil seharga Rp 20.000 hingga lemari dua pintu seharga Rp 250.000. Kayu albasia yang sudah dipoles pelitur dengan ukuran mungil pas untuk dipajang di ruang indekos.Uniknya, semua penjual mebel ringan ini berasal dari Kecamatan Dlingo, Bantul. Pekerjaan pembuatan aneka mebel tersebut dilakukan di kampung halaman secara turun-temurun. Bahan baku biasanya didatangkan dari Boyolali, Jawa Tengah. Sambil menunggu pembeli, para penjual mebel melakukan pekerjaan finishing, seperti mengecat dan memelitur. Ali (26) mengaku sudah 15 tahun berjualan mebel jenis ini. Modal untuk membuka usaha ini tidaklah mahal. Kontrak kios per tahun sekitar Rp 3,5 juta. Sementara, untuk kulakan barang dagangan dibutuhkan dana Rp 4 juta. "Balik modalnya lumayan cepat," ujar Ali ketika ditemui pekan lalu.
Pendapatan yang diperoleh pun cukup lumayan. Dari pendapatan kotor, biasanya mereka memperoleh keuntungan sekitar 30 persennya. Pada musim tahun ajaran baru, para pedagang panen rezeki. Setiap hari, selama dua bulan, mereka bisa memperoleh pendapatan kotor sekitar Rp 600.000.
Pada hari-hari biasa, dagangan biasanya laku dua buah per hari. Pedagang lainnya, Widadi (45), asal dlingo mengaku selalu membuat mebel setiap hari. Dalam satu hari, para pekerjanya bisa menghasilkan tiga hingga 15 barang, tergantung jenisnya.
Meski diperuntukkan bagi mahasiswa, banyak pula ibu rumah tangga yang tertarik membeli aneka mebel tersebut. Model furnitur bahkan bisa diatur sesuai pesanan. Asal ada gambar, maka pesanan pun bisa dikerjakan. Selama dirawat dengan baik dan dijauhkan dari air, mebel bisa bertahan lebih lama.
Selain di Jalan Colombo, para pedagang asal Dlingo ini juga ada yang berjualan di Jalan Kaliurang dan beberapa tempat lain yang dekat dengan kampus. Jam operasional kios bervariasi. Ada yang buka dari pukul 09.00-19.00 atau dari pukul 07.00-21.30. "Saya sering tidur di kios, jadi bisa buka hingga larut malam," ucap Ali.
Meski barang yang dijual hampir sama dalam jenis dan kualitas, para pedagang biasanya menawarkan harga bervariasi. Tinggal bagaimana kecakapan pembeli untuk menawar harga. "Harga memang beda, tetapi biasanya jatuhnya sama saja," tutur Widadi.

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !